Pembebasan Palestina Butuh Kekuatan Global
Pembebasan Palestina Butuh Kekuatan Global
Oleh: Tresna Mustikasari, Pegiat Literasi
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara", begitulah firman Allah ta’ala di dalam alquran. Namun, agaknya firman-Nya saat ini tidak terealisasi dalam kehidupan negeri-negeri muslim. Mereka sibuk dengan urusan negara masing-masing hingga melupakan nasib saudara mereka di belahan bumi lainnya. Sebut saja mereka, Gaza, Palestina.
Penderitaan Tanpa Akhir, Kebiadaban Tanpa Batas
Hingga hari ini, penderitaan saudara-saudara kita di Gaza belum juga berakhir. Sejak Oktober 2023, agresi brutal yang dilakukan oleh penjajah Zionis Israel terus berlangsung. Tenda pengungsi, rumah sakit, bahkan anak-anak dan wanita menjadi target bombardir. Dalam 24 jam terakhir, setidaknya 49 warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel, termasuk 10 orang—lima di antaranya anak-anak—yang terbunuh saat rumah mereka di Gaza dihancurkan. Secara keseluruhan, lebih dari 51.000 warga Palestina telah tewas sejak konflik dimulai.
Tak hanya korban jiwa yang terus berjatuhan, krisis kemanusiaan pun kian memburuk. Israel telah memberlakukan blokade total selama hampir dua bulan, menghentikan masuknya makanan, bahan bakar, dan obat-obatan ke Gaza. Akibatnya, Program Pangan Dunia (WFP) mengumumkan bahwa stok makanan mereka telah habis, dan lebih dari 80% dari 2,3 juta penduduk Gaza kini bergantung pada dapur umum yang persediaannya juga menipis.
Malnutrisi, terutama di kalangan anak-anak, meningkat tajam, dengan laporan menunjukkan lonjakan 80% kasus malnutrisi akut pada bulan Maret. Harga pangan melonjak hingga 1.400%, dan lebih dari 116.000 ton bantuan makanan tertahan di perbatasan, menunggu izin masuk dari Israel. Situasi ini telah mendorong Gaza ke ambang kelaparan massal, dengan peringatan dari berbagai organisasi kemanusiaan tentang bencana kelaparan yang akan datang.
Kecaman Dunia yang Hampa, Diamnya Para Penguasa Muslim
Meski kecaman internasional kian meluas, Israel tetap tak bergeming. Zionis bahkan semakin brutal, menunjukkan bahwa kecaman tanpa tindakan hanyalah angin lalu. Lebih menyakitkan lagi, di tengah seruan jihad dari jutaan umat di berbagai belahan dunia, ironisnya, para penguasa negeri-negeri muslim hanya sibuk melontarkan kecaman yang tak lebih dari seremonial belaka. Dikutip dari Al Jazeera, (21 April 2025) menyebutkan bahwa saat darah umat Islam membanjiri tanah Gaza, para pemimpin muslim justru menahan tangan mereka dari langkah nyata yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.
Diamnya para penguasa negeri-negeri muslim bukanlah tanpa alasan. Banyak dari mereka lebih memilih mempertahankan hubungan diplomatik, kepentingan ekonomi, dan keamanan rezim mereka daripada memenuhi seruan akidah untuk membela sesama muslim. Alih-alih menggerakkan pasukan atau membuka jalan jihad fi sabilillah, mereka justru mengandalkan diplomasi kosong, permintaan gencatan senjata, atau bantuan kemanusiaan yang tidak pernah cukup untuk menghentikan kebiadaban penjajah Zionis. Bahkan beberapa penguasa Arab, hanya sibuk mendorong upaya perundingan damai yang jelas-jelas berkali-kali gagal dan hanya memberikan napas tambahan bagi Zionis untuk melanjutkan penjajahan.
Solusi yang ditawarkan oleh para penguasa ini, seperti mengirimkan bantuan makanan, membuka rumah sakit lapangan, atau menyerukan resolusi di lembaga internasional, hanyalah langkah-langkah tambal sulam yang tidak pernah menyelesaikan akar persoalan: penjajahan itu sendiri. Padahal Allah SWT telah memerintahkan umat Islam untuk memberikan pertolongan nyata, bukan sekadar ucapan belas kasihan tanpa tindakan. Tanpa persatuan umat dan penggerakan kekuatan militer dalam satu komando di bawah kepemimpinan Islam, penjajahan atas Palestina tidak akan pernah berakhir.
Nasionalisme: Penghalang Terbesar Persatuan dan Pembebasan
Kenapa jihad belum digerakkan? Kenapa pasukan negeri-negeri muslim tak pernah dikirim ke Gaza?
Jawabannya ada pada belenggu nasionalisme yang telah diwariskan oleh penjajah Barat. Nasionalisme telah memecah-belah umat Islam menjadi lebih dari 50 negara. Tiap negeri sibuk dengan urusan dalam negerinya, dan menolak terlibat lebih jauh atas dasar “kedaulatan negara”.
Selama umat masih terikat pada batas-batas imajiner ini, jihad sebagai jalan pembebasan tidak akan pernah digerakkan. Padahal sejarah Islam membuktikan bahwa kekuatan umat yang disatukan mampu membebaskan wilayah-wilayah yang tertindas.
Jihad dan Khilafah: Jalan Pembebasan Sejati
Dalam sejarah Islam, Khilafah Islamiyah telah menjadi pemersatu dan pelindung umat. Ketika satu wilayah diserang, maka seluruh wilayah Khilafah akan bergerak.
Pada masa Kekhilafahan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, pasukan kaum muslimin berhasil membebaskan Baitul Maqdis (Yerusalem) dari kekuasaan Romawi pada tahun 638 M. Penaklukan ini bukan hanya mengakhiri penindasan terhadap penduduk setempat, tetapi juga membawa keadilan Islam yang melindungi hak-hak seluruh komunitas agama.
Lihatlah bagaimana Khalifah Al-Mu’tashim dari Bani Abbasiyah mengirim pasukan hanya karena satu wanita muslimah di Amuriyah meminta pertolongan. Ia mengutus pasukan besar yang kemudian membebaskan wilayah itu dari tangan musuh. Inilah bentuk nyata “perisai” bagi umat yang dijanjikan oleh Rasulullah ﷺ:
"Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, yang orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)
Begitu pula di masa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, setelah umat Islam menghimpun kekuatan di bawah satu kepemimpinan, beliau berhasil membebaskan kembali Yerusalem dari tangan Tentara Salib dalam Perang Hattin tahun 1187 M. Kemenangan-kemenangan tersebut membuktikan bahwa hanya dengan persatuan umat dan kepemimpinan Islam, penjajahan dapat dihentikan dan kehormatan umat dapat ditegakkan.
Maka, hari ini—sebagaimana dahulu—pembebasan Palestina hanya bisa terjadi bila ada pemersatu umat yang memimpin jihad. Bukan sekadar himbauan dari rakyat, tetapi kebijakan tegas dari negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yang mengerahkan pasukan jihad atas dasar pertolongan dan kewajiban agama.
Gerakan Global: Dipimpin oleh Jamaah Dakwah Ideologis
Umat harus menyadari bahwa perjuangan ini tak cukup hanya di jalanan atau media sosial. Harus ada gerakan dakwah yang terorganisir secara ideologis, yang menyerukan jihad dan tegaknya Khilafah. Jamaah dakwah inilah yang akan memimpin umat menuju persatuan hakiki dan pembebasan total.
Maka tugas kita sebagai umat hari ini sangatlah jelas. Kita harus mencampakkan nasionalisme dan sekularisme, ideologi asing warisan penjajah yang telah memecah belah kekuatan umat Islam. Kita wajib menyeru kaum muslimin di seluruh dunia untuk bersatu di bawah panji tauhid, Laa Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah, tanpa terkotak oleh batas-batas buatan manusia. Kita juga harus terus menyeru para penguasa muslim agar tidak lagi menjadi boneka kepentingan Barat, melainkan segera menunaikan kewajiban syar'i mereka: menolong Palestina dengan jihad fi sabilillah. Selain itu, kita harus mendukung dan terlibat aktif dalam perjuangan dakwah ideologis yang menyerukan tegaknya Khilafah, sebagai satu-satunya institusi yang mampu mempersatukan umat dan menggerakkan seluruh potensi kekuatan untuk membebaskan Palestina serta seluruh negeri kaum muslimin yang tertindas.
Tak ada waktu lagi untuk menunda. Teriakan “Free Palestine” harus dibarengi dengan seruan “Tegakkan Khilafah, Kerahkan Jihad!” Hanya dengan persatuan umat di bawah satu kepemimpinan Islam global, kekejaman Zionis dapat dihentikan.
“Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.” (HR. Al-Hakim)
Sudah saatnya umat menggalang kekuatan global, bukan untuk kecaman, tapi untuk aksi nyata: Jihad di bawah naungan Khilafah. Wallohu’alam bishowab.
Posting Komentar