Pluralisme Agama, Racun Dalam Beragama
PLURALISME AGAMA, RACUN DALAM BERAGAMA
Pluralisme agama telah merasuki pemikiran para pemeluk agama dari berbagai
agama. Ia seperti virus yang dengan mudah menyebar dan menggerogoti keyakinan
umat terhadap agamanya. Keyakinan akan kebenaran mutlak atas agama yang dianut
mulai digoyahkan dan diruntuhkan dengan berbagai alasan. Pada akhirnya, banyak
pemeluk agama yang menanggalkan agamanya hanya karena persepsi bahwa ia tidak
yakin dengan kebenaran agama yang selama ini dianutnya.
Pengertian Pluralisme Agama
Paham ini lahir dari adanya paham relativisme yang berpendapat bahwa semua
persepsi dan penilaian manusia terhadap agama adalah relatif, tidak mutlak. Tidak ada
absolute truth claim (klaim kebenaran mutlak) atas agama yang dianut. Relativisme
menekankan semua agama sama benarnya. Konsekuensinya, kebenaran bukan
monopoli agama tertentu, sehingga tidak boleh pemeluk suatu agama menyalahkan
agama lainnya. Relativisme ini kemudian melahirkan tiga paham turunan, yaitu
esensialisme, sinkretisme dan pluralisme.
Pengertian pluralisme agama disebutkan secara jelas oleh Peter Byrne dalam
Prolegomena to Religious Pluralism. Menurutnya, pluralisme agama merupakan
persenyawaan dari tiga proposisi; (1) Semua tradisi agama-agama besar adalah sama,
semuanya menuju pada sebuah realitas tunggal yang transendental dan suci; (2)
Semuanya sama-sama menawarkan jalan keselamatan; dan (3) Semuanya tidak ada
yang final.
Tidak ada agama yang memiliki kebenaran mutlak dan tidak ada yang final.
Itulah dasar pluralisme. Ajaran agama sangat memungkinkan mengandung kekeliruan
atau ketidaksesuaian dengan tuntutan sosial dan perkembangan jaman. Di satu sisi,
pluralisme agama memaksa untuk menganggap semua agama mewakili kebenaran
yang sama, meskipun jalannya tidak sama. Di sisi lain, pluralisme agama memaksa
setiap agama harus siap menerima konsekuensi selalu terbuka untuk dikritisi, direvisi
dan didistorsi.
Kaum pluralis menganggap bahwa penilaian agamanya sendiri yang paling
benar merupakan kesombongan. Dalam pluralisme, tidak ada agama yang lebih
superior daripada yang lainnya.
Setiap Agama Mengklaim Kebenaran
Agama adalah urusan keyakinan, keimanan yang terhubung antara hamba
dengan Rabb-nya. Ia telah ditentukan oleh Tuhan melalui kitab suci-Nya. Setiap agama
meyakini kebenaran agamanya dan menganggap sebagai satu-satunya jalan terbaik
dan paling benar. Tidak ada suatu agama yang menyatakan bahwa ajarannya sama
baiknya atau serupa dengan agama lain. Keyakinan semacam inilah yang kemudian
disebut sebagai paham eksklusivisme oleh pengusung pluralis.
Islam menegaskan kepada pemeluknya bahwa ia adalah Dien yang paling
benar. Hal ini ditegaskan di dalam kitab sucinya, “Sesungguhnya agama di sisi Allah
hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). Ayat lain memberikan penegasan kembali, “Dan
barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia
termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Klaim kebenaran mutlak oleh Al Qur’an terhadap Islam bukan berarti
menimbulkan konsekuensi untuk memaksa orang lain memeluk Islam. Tidak. Karena
bentuk toleransi yang jelas juga diajarkan di dalam Islam. Penegasan itu terdapat dalam
ayat, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).” (QS. Al Baqarah: 256)
dan, “Untukmu agamamu, untukku agamaku.” (QS. Al Kafirun: 6).
Keyakinan semacam itu tentu menjadikan Islam tegas menolak paham
pluralisme. Bagi pemeluk Islam, kebenaran hanya ada pada agamanya, namun di sisi
lain mereka diajarkan untuk menghormati pemeluk agama yang berbeda untuk
meyakini dan menjalankan agamanya.
Klaim kebenaran terhadap agama tidak hanya dimiliki oleh Islam. Agama lain
pun menyatakan ajarannya yang paling benar dan satu-satunya jalan menuju
keselamatan. Kristen misalnya, dalam Bibel disebutkan, “Dan keselamatan tidak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
(Kisah Para Rasul 4: 12). Penegasan juga didapatkan dalam Yohanes 14: 6, “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa
kalau tidak melalui Aku.”
Paham pluralisme terang-terangan ditolak oleh Gereja Katolik dengan
diterbitkannya penjelasan ‘Dominus Jesus’ pada tahun 2000 oleh Vatikan. Selain
menolak pluralisme agama, juga memberikan penegasan kembali bahwa Yesus adalah
satu-satunya pengantara keselamatan ilahi dan tidak ada orang yang bisa menuju Bapa
(Tuhan) tanpa melalui Yesus.
Sikap Tegas Kaum Muslimin
Pluralisme agama menjadi racun dan parasit yang menggerogoti keimanan dan
keyakinan pemeluk terhadap ajaran agamanya. Pemahaman seperti ini yang perlu
diingatkan kepada setiap muslim. MUI juga mengeluarkan Fatwa tanggal 29 Juli 2005
yang menyatakan secara tegas bahwa paham pluralisme agama bertentangan dengan
Islam dan haram umat Islam memeluk paham ini.
Jelas tidak mungkin Islam menyatakan bahwa semua agama adalah benar.
Faktanya, banyak ajaran agama lain yang bertentangan dengan Islam. Jika dua hal
atau lebih saling bertentangan, maka hanya ada satu sisi yang berada dalam
kebenaran. Mengakui dan menerima keberagaman agama bukan dengan mengakui
dan menerima kebenaran semua agama. Islam mengakui dan menerima perbedaan
agama, menghormati pemeluknya dalam menjalankan kewajiban agamanya, tetapi
Islam mempunyai standar untuk menyatakan bagaimana agama yang benar.
Kembali kepada Islam secara kafah dan meyakini kebenarannya sebagi satu-
satunya agama yang diridhai adalah sikap yang seharusnya dilakukan kaum muslimin.
Hal ini juga tentunya dilakukan oleh umat Kristiani yang meyakini bahwa agamanya
adalah satu-satunya jalan keselamatan. Dalam koridor kehidupan berbangsa dan
bernegara, umat Islam tetap menghargai dan menghormati pemeluk lain dalam
menyakini dan menjalankan agamanya, tetapi tidak menyamakan antara Islam dengan
agama yang lain. Sikap toleransi terbaik dalam masalah akidah adalah, “Untukmu
agamamu, untukku agamaku.”
Ditulis oleh :
Even Kurniawan, S.H., M.H.
(Pengamat Ghazwul Fikr dan Peradaban Islam)
Posting Komentar